Rabu, 27 September 2017

Makna Gerak dalam Kehidupan Batin (Gusti Ratu Kidul)

Puasa hari pertama. setelah seluruh hidup dan badan rasanya remek dan amblek. 

Aku masih bersama Gusti Ratu Kidul. Gusti Ratu masih mendampingiku dalam melakukan pendalaman dan pemahaman proses laku dan latihan. Dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu persatu, dua hal yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Bagian demi bagian adalah sebuah proses rangkaian kehidupan yang selalu berkaitan satu dengan yang lain, yang tidak bisa dilakukan hanya satu bagian saja, laku saja atau latihan saja, atau belajar saja. Tetapi semuanya adalah aspek yang harus dilakukan untuk saling melengkapi, hingga proses belajar mengajar berjalan dengan utuh, tidak bolong salah satu bagiannya.

"Anakku, apa yang kau rasakan saat ini?"
"Badan saya sakit semua, seperti remek seluruh bagian, terutama di tulang-tulangnya, tulang besar maupun kecil.  Dada saya terasa sesak, nafas seperti tidak sampai ke bagian kepala, sehingga setiap mau tidur saya harus menghirup udara dengan menggunakan alat khusus agar  merasa lebih segar karena udara dapat mencapai relung-relung kepala saya bagian dalam. Belum cukup sampai di situ, karena udara tidak bisa beredar dan mengalir ke seluruh bagian tubuh dengan baik, kepala saya terasa pening dan pusing. Saya tidak tahu apa yang saat ini sedang  terjadi dengan diri saya."

"Lalu apa yang ada dalam pikiranmu saat itu?"
"Saya berpikir untuk semua pekerjaan lahir dan batin yang saya lakukan sendiri, membesarkan anak-anak, bekerja di kantor, dan mungkin bisa jadi saya berlebihan dalam melakukan proses batin untuk negeri ini. Bisa jadi saya terlalu lelah. Saya tidak bisa mengontrol dengan baik, tidak bisa menata dan mengatur ritmenya. Bisa jadi juga mungkin karena sudah usia, di mana saat ini saya sudah mulai memasuki usia separuh baya. Saya mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran, untuk menangkap dengan detil saya mengalami kesulitan. Ingatan saya juga sudah jauh berkurang. Banyak hal, dan saya sangat bisa menerima semua ini dengan sangat iklas, mengingat saya berjalan sebisa-bisa saya, semampu saya dalam tugas spiritual negeri, tanpa SOP, sendirian, dan kadang-kadang saya memang tidak mengukur diri, alias waton, atau tepatnya saya sangat ngawur dalam menjalankan semuanya".

Kami berdua berada dalam ketinggian yang jauh di atas permukaan tanah. Di tempat ini aku bisa melihat sekeliling membentang dengan jelas, puncak Merapi dari jauh berwarna kebiruan, dengan gelombang awan-awan putih mengelilingi lingkarannya. Tempat ini selalu mempesona untukku, dengan Gusti Ratu menemani proses ini melengkapi semua tahapan yang harus aku lalui. Matahari pagi bersinar sangat terik. Aku merasakan hawa panas sampai ke kulitku,  menembus baju yang aku kenakan, dan terasa menyengat ke permukaan kulitku. Bulir-bulir keringat mulai mengalir di sisi wajahku, menganak melewati anak-anak rambut dan selanjutnya menetes, ada yang jatuh ke tanah, ada juga yang jatuh ke bajuku, dan pelan-pelan aku merasakan bau asam di bajuku yang mulai basah, khas keringat.

"Bergeraklah, anakku. Kamu harus mengitari lingkaran ini terus menerus dan tidak boleh berhenti. Langkahmu harus disertai dengan gerakan yang lengkap, gerakan tangan, gerakan leher, gerakan pinggang, hingga seluruh bagian sayaraf dalam tubuhmu bergerak, tanpa terkecuali. Jika kamu sudah bisa melakukannya, maka yang harus kau lakukan adalah menambah kecepatannya."

Aku melakukan semua yang disampaikan oleh Gusti Ratu, mulai bergerak mengitari tempat ini, arena pertarungan sekaligus arena latihan yang sudah menjadi tempat sesepuh menempaku dalam sekian tahun perjalanan batin spiritual negeri.

"Dan jangan melupakan saat engkau bergerak, hatimu tetap tertuju kepada Yang Memberimu Hidup, Kepada Penguasa Tertinggi alam semesta. Menyerahkan dirimu dan segala yang terjadi dalam hidupmu kepadaNya. Hanya kepadaNya. Bukan kepada siapapun, apalagi kepada mahluk-mahluk tidak jelas yang hanya nunut hidup dari dirimu." Gusti Ratu mengucapkannya dengan nada tinggi yang keras, mengingat posisiku jauh berada di seberang, tempat yang berlawanan dari posisinya. Gusti ada di ujung Timur dan aku ada di ujung Barat. Sekilas aku menangkap ada nada tinggi diiringi dengan senyuman pada saat mengucapkan kalimat bagian akhir. Entahlah, aku tidak memahami.

Aku kembali melanjutkan langkahku dengan mencoba memusatkan pikiran tertuju kepada Tuhan Pemilik Kehidupan Sejati. Gusti Ratu mengerti bahwa aku melakukan gerakan tadi sambil melihat pemandangan dan merasakan hawa terik matahari yang mulai menyengat wajahku, dan aku mengkhawatirkan bahwa rona kulitku akan semakin berwarna abu-abu, menuju hitam kelam dan legam. Iya memang begitulah yang terjadi padaku, badan berantakan, kulit mulai menghitam, bagaimana aku akan payu jika situasi lahiriahku benar-benar kacau tidak beraturan begini.

Aku bergerak dan terus bergerak. Aku tidak merasakan lelah apalagi haus, padahal hari ini aku sedang memulai puasa, sebagai rangkaian langkah batin berikutnya. Perlahan aku mulai merasakan. mata batinku membuka dan bisa melihat hal-hal yang ada di dalam diriku. Sebuah kekuatan doa dipadukan dengan gerak langkah. Aku bisa melihat sebuah mahluk besar berada melintang di tubuhku, menembus tubuhku. Mahluk ini seperti selang yang melewati tubuhku. Bagian tengah tubuhnya melintang melewatiku. Sedang kaki dan kepalanya berada di luar dengan posisi yang berlawanan. Mahluk ini sangat besar. Aku tidak dapat menyembunyikan rasa geli dan rasa jijik, karena aku bisa merasakan mahluk itu bergerak dan secara langsung aku bisa merasakan gesekannya.

Aku bergerak dan terus bergerak, aku menelusuri lebih jauh mahluk ini. Mahluk hitam panjang yang tubuh di bagian luarku membentuk huruf s, kepalanya mlungker ke dalam dan di arah yang berlawanan buntutnya juga mlungker ke dalam. Mlungker dengan bentuk huruf s, dengan masing-masing di tengah plungkerannya adalah kepada dan ekor. Plungkerannya sangat rapat, sehingga seakan-akan membentuk lapisan yang tidak bisa ditembus. Jika dilihat sekilas, ini hanyalah sebuah benda hitam rata, dengan lengkung di pinggir-pinggirnya. 

Aku memperhatikan lebih detil, kepalanya dihiasi dengan mahkota berbentuk tameng, seperti jaman-jaman  Romawi dengan garis-garis vertikal di bagian-bagiannya. Hitam dan mengkilat. sedang ekornya tidak lancip, tetapi tumpul. Mahluk ini sangat besar, dan bagian tubuhnya melewati tubuhku.

"Kamu sudah melihatnya, anakku?" Aku mengangguk. Perasaan jijik mulai menguasaiku. Langkah-langkahku mulai sedikit oleng, wajahku berubah warna. Mual mulai menghinggap di perutku. Apalagi jika mahluk itu bergerak, aku merasakan gesekan-gesekan di kulit tubuhku. Aku berusaha menahan muntah yang mulai mendesak dari perutku.

"Bergeraklah semakin cepat, jangan berhenti. Semakin cepat dan semakin cepat. Pasrahkan dirimu kepada Gusti Allah Yang Berkuasa atas hidupmu, pasrah dan iklas untuk menjalani semua yang harus terjadi."

Aku mengikuti apa yang diperintahkan Gusti Ratu, bergerak dengan lebih cepat dalam keadaan perut kosong. Aku berusaha melawan semua perasaan jijik dan mual. Mahluk ini benar-benar besar dan mengerikan, mahluk yang paling besar yang pernah kutemui. Aku bisa merasakan dengan gerakanku yang semakin cepat, mahluk ini pelan-pelan sekali mulai bergeser ke depan. Sangat perlahan, aku bisa merasakan, bahwa mahluk ini mulai tidak bersinggungan dengan bagian kulit bagian belakang tubuhku. Bagian yang bergeser sudah mulai keluar dari tubuhku, sangat pelan.

"Bagian paling penting dari seluruh proses adalah kamu bisa melihat dengan jelas permasalahan yang kau hadapi. Dan sekarang engkau sudah tahu apa yang ada di dalam dirimu, yang selama ini tidak kamu lihat, karena demikian besarnya. Tidak terlihat itu ada dua kemungkinan , terlalu besar atau terlalu kecil"

"Jika ada mahluk di dalam tubuhmu, dia akan berusaha membuatmu malas bergerak, sehingga mereka akan merasa nyaman ada di dalam tubuhmu. Sedang saat engkau bergerak mereka terusik dari tempat tinggalnya, bagaikan sebuah burung yang kau goyang-goyang dahannya, maka dia akan terbang. Demikianlah salah satu sebab kenapa orang hidup harus selalu bergerak."

"Dia dulu sangat kecil, anakku. Dan engkau telah membesarkannya tanpa kau sadari menjadi raksasa dengan seluruh hidupmu, karena ini adalah simbol seseorang yang paling dekat denganmu. Tanpa kau sadari juga bahwa dia telah menghisap seluruh kekuatanmu untuk hidupnya, untuk kebesarannya, untuk tahtanya, untuk kejayaannya, di atas seluruh penderitaanmu yang dia juga tidak pernah sadari bahwa dia benar-benar berjaya di atas penderitaanmu."

Aku mengingat kejadian dalam setahun ini, jika aku habis bertemu dengannya, aku merasakan hidupku rasanya mau berakhir. Terkadang aku sesak nafas, atau merasa seperti tidak punya tenaga. Dan aku mengerti, mahluk ini mulai merasakan keinginan untuk mengambilku sebagai korbannya, sebagai tumbalnya. Semua mahluk yang melambari kebesaran seseorang pada akhirnya akan meminta korban. Dan aku juga menyadari bahwa semua ini di luar batas kemampuanku, karena aku belum mampu menangkapnya dengan mata batinku selama ini.

Perlahan tapi pasti aku bisa merasakan mahluk ini bergeser dan mulai keluar dari tubuhku, aku bisa melihat bahwa dulunya mahluk ini sangat kecil, berasal dari laut pantai selatan bagian pinggir, perbatasan dengan negara Kanguru. Dia benar-benar menghisap seluruh energi yang kumiliki. Aku melihat dia sudah keluar dari diriku, badannya diselimuti oleh lapisan energi yang berwarna ungu kecubung, warna ungu muda yang sangat bening cemerlang. Sebuah perlambang ketulusan dan kasih sayang tanpa pamrih adalah selubung kekuatan yang tidak bisa ditembus apapun. Energi itu semua milikku yang telah dia hisap.

Tiba-tiba aku merasakan kepalanya bergerak dan menghadap ke arahku. "Kenapa engkau melepaskanku, aku masih ingin memilikimu." Tampak dari wajahnya, sinar mata beringas, mulut yang pipih seperti ikan lele dengan kumis panjang berambut jarang, tetapi panjang semakin membuat wajahnya memancarkan aura kekejaman, tanpa perasaan. Aku merasakan bahwa kata-kata ingin memilikimu sesungguhnya bila diterjemahkan secara jelas artinya dia ingin membunuhku. Inilah mahluk siluman, berasal dari negeri siluman di mana mereka biasa meminum darah untuk menyambung hidupnya, tidak ada air bening di sana, yang ada adalah sungai dan lautan darah. Dan mahluk ini sungguh-sungguh sedang haus darah. Bergidik aku melihatnya.

Aku diam tidak memberikan jawaban, tapi aku tahu dia mengerti apa yang ada di pikiranku, kelegaan dan kengerian yang datang bersamaan. Bahwa aku telah lepas dari bahaya besar yang mengancam kehidupanku. Aku bersyukur pada waktu itu aku mampu memutuskan untuk menjauh darinya, seorang sahabat, seorang saudara yang sangat dekat denganku. Aku menemaninya dalam ketulusan yang benar-benar dalam, dan mahluk ini mengerti bahwa aku adalah kekuatan terbesarnya maka dia sangat menginginkanku.

Lingkaran energi yang membungkus tubuhnya bergerak seakan-akan menggelinding menjauh dari diriku, tetapi lagi-lagi mahluk itu berbalik untuk menemuiku dan berusaha masuk kembali ke dalam tubuhku. Aku merasakan bahwa ada selubung energi baru yang terbentuk hari ini dari laku puasa dan gerakku yang langsung menjagaku. Kepalanya seperti terbentur tembok ketika dia berusaha masuk, dan aku merasakan kemarahan yang amat sangat, wajahnya berubah semakin menghitam, legam dan dengan kasar berkata bahwa hari ini belum berakhir.

Aku menelusuri jejaknya, dia akan berusaha mengambil orang-orang yang disayanginya. Dan aku adalah bagian dari hidupnya. Aku teringat beberapa waktu lalu ibunya masuk rumah sakit, demikian juga aku berkali-kali dalam beberapa bulan belakangan ini. Kadang-kadang anak perempuannya. Dan aku melihat bahwa semua akan menjadi lambaran perjalanannya, bahan bakar untuk kekuatannya. Lagi-lagi tubuhku menggigil membayangkan semua itu. Kekuasaan dan ambisi yang bisa menghancurkan nurani dan akhirnya akan menghancurkan seluruh kehidupannya. Harta dan tahta, kekuasaan adalah candu yang sulit untuk dilepaskan.

"Anakku, bersyukurlah engkau telah melewati bagian ini, dan kamu masih tetap tidak menginginkan apa yang dimilikinya, tahta dan kekuasaan. Kamu bisa melihat bahwa kekuatanmu bisa membuatnya demikian besar, maka ini adalah sebuah cermin, sebuah pertanda, dalam perjalananmu yang baru sampai di sini saja kekuatanmu sudah sebesar itu, maka ini harus mampu meyakinkanmu bahwa kekuatanmu sungguh-sungguh besar dan belum ada yang mengalahkannya untuk saat ini. Ini adalah kenyataan, bahwa lambaranmu demikian luas dan kuat."

Aku diam, dan aku bisa merasakan bahwa badanku mulai terasa lebih ringan, tidak remek lagi.
"Gimana tidak remek, lha kamu menggendong mahluk yang besarnya hampir sama dengan negeri ini. Hahahhaa, anak wedhok, anak kesayangan negeri, kekuatan tanah pertiwi. Anak wedhok tapi atinya seupil, kalah kalau sudah keok dengan perasaannya."

"Gapapa, Nduk. tapi ini adalah cermin ketulusan dan kebersihan hatimu. Dan ini juga yang menyelamatkan hidupmu, bersihnya hatimu."