Puasa hari pertama. setelah seluruh hidup dan badan rasanya remek dan amblek.
Aku
masih bersama Gusti Ratu Kidul. Gusti Ratu masih mendampingiku dalam
melakukan pendalaman dan pemahaman proses laku dan latihan. Dua hal yang
tidak bisa dipisahkan satu persatu, dua hal yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya. Bagian demi bagian adalah sebuah proses rangkaian
kehidupan yang selalu berkaitan satu dengan yang lain, yang tidak bisa
dilakukan hanya satu bagian saja, laku saja atau latihan saja, atau
belajar saja. Tetapi semuanya adalah aspek yang harus dilakukan untuk
saling melengkapi, hingga proses belajar mengajar berjalan dengan utuh,
tidak bolong salah satu bagiannya.
"Anakku, apa yang kau rasakan saat ini?"
"Badan
saya sakit semua, seperti remek seluruh bagian, terutama di
tulang-tulangnya, tulang besar maupun kecil. Dada saya terasa sesak,
nafas seperti tidak sampai ke bagian kepala, sehingga setiap mau tidur
saya harus menghirup udara dengan menggunakan alat khusus agar merasa
lebih segar karena udara dapat mencapai relung-relung kepala saya bagian
dalam. Belum cukup sampai di situ, karena udara tidak bisa beredar dan
mengalir ke seluruh bagian tubuh dengan baik, kepala saya terasa pening
dan pusing. Saya tidak tahu apa yang saat ini sedang terjadi dengan
diri saya."
"Lalu apa yang ada dalam pikiranmu saat itu?"
"Saya
berpikir untuk semua pekerjaan lahir dan batin yang saya lakukan
sendiri, membesarkan anak-anak, bekerja di kantor, dan mungkin bisa jadi
saya berlebihan dalam melakukan proses batin untuk negeri ini. Bisa
jadi saya terlalu lelah. Saya tidak bisa mengontrol dengan baik, tidak
bisa menata dan mengatur ritmenya. Bisa jadi juga mungkin karena sudah
usia, di mana saat ini saya sudah mulai memasuki usia separuh baya. Saya
mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran, untuk menangkap dengan
detil saya mengalami kesulitan. Ingatan saya juga sudah jauh berkurang.
Banyak hal, dan saya sangat bisa menerima semua ini dengan sangat iklas,
mengingat saya berjalan sebisa-bisa saya, semampu saya dalam tugas
spiritual negeri, tanpa SOP, sendirian, dan kadang-kadang saya memang
tidak mengukur diri, alias waton, atau tepatnya saya sangat ngawur dalam
menjalankan semuanya".
Kami berdua berada dalam
ketinggian yang jauh di atas permukaan tanah. Di tempat ini aku bisa
melihat sekeliling membentang dengan jelas, puncak Merapi dari jauh
berwarna kebiruan, dengan gelombang awan-awan putih mengelilingi
lingkarannya. Tempat ini selalu mempesona untukku, dengan Gusti Ratu
menemani proses ini melengkapi semua tahapan yang harus aku lalui.
Matahari pagi bersinar sangat terik. Aku merasakan hawa panas sampai ke
kulitku, menembus baju yang aku kenakan, dan terasa menyengat ke
permukaan kulitku. Bulir-bulir keringat mulai mengalir di sisi wajahku,
menganak melewati anak-anak rambut dan selanjutnya menetes, ada yang
jatuh ke tanah, ada juga yang jatuh ke bajuku, dan pelan-pelan aku
merasakan bau asam di bajuku yang mulai basah, khas keringat.
"Bergeraklah,
anakku. Kamu harus mengitari lingkaran ini terus menerus dan tidak
boleh berhenti. Langkahmu harus disertai dengan gerakan yang lengkap,
gerakan tangan, gerakan leher, gerakan pinggang, hingga seluruh bagian
sayaraf dalam tubuhmu bergerak, tanpa terkecuali. Jika kamu sudah bisa
melakukannya, maka yang harus kau lakukan adalah menambah kecepatannya."
Aku
melakukan semua yang disampaikan oleh Gusti Ratu, mulai bergerak
mengitari tempat ini, arena pertarungan sekaligus arena latihan yang
sudah menjadi tempat sesepuh menempaku dalam sekian tahun perjalanan
batin spiritual negeri.
"Dan jangan melupakan saat
engkau bergerak, hatimu tetap tertuju kepada Yang Memberimu Hidup,
Kepada Penguasa Tertinggi alam semesta. Menyerahkan dirimu dan segala
yang terjadi dalam hidupmu kepadaNya. Hanya kepadaNya. Bukan kepada
siapapun, apalagi kepada mahluk-mahluk tidak jelas yang hanya nunut
hidup dari dirimu." Gusti Ratu mengucapkannya dengan nada tinggi yang
keras, mengingat posisiku jauh berada di seberang, tempat yang
berlawanan dari posisinya. Gusti ada di ujung Timur dan aku ada di ujung
Barat. Sekilas aku menangkap ada nada tinggi diiringi dengan senyuman
pada saat mengucapkan kalimat bagian akhir. Entahlah, aku tidak
memahami.
Aku kembali melanjutkan langkahku dengan
mencoba memusatkan pikiran tertuju kepada Tuhan Pemilik Kehidupan
Sejati. Gusti Ratu mengerti bahwa aku melakukan gerakan tadi sambil
melihat pemandangan dan merasakan hawa terik matahari yang mulai
menyengat wajahku, dan aku mengkhawatirkan bahwa rona kulitku akan
semakin berwarna abu-abu, menuju hitam kelam dan legam. Iya memang
begitulah yang terjadi padaku, badan berantakan, kulit mulai menghitam,
bagaimana aku akan payu jika situasi lahiriahku benar-benar kacau tidak
beraturan begini.
Aku bergerak dan terus bergerak. Aku
tidak merasakan lelah apalagi haus, padahal hari ini aku sedang memulai
puasa, sebagai rangkaian langkah batin berikutnya. Perlahan aku mulai
merasakan. mata batinku membuka dan bisa melihat hal-hal yang ada di
dalam diriku. Sebuah kekuatan doa dipadukan dengan gerak langkah. Aku
bisa melihat sebuah mahluk besar berada melintang di tubuhku, menembus
tubuhku. Mahluk ini seperti selang yang melewati tubuhku. Bagian tengah
tubuhnya melintang melewatiku. Sedang kaki dan kepalanya berada di luar
dengan posisi yang berlawanan. Mahluk ini sangat besar. Aku tidak dapat
menyembunyikan rasa geli dan rasa jijik, karena aku bisa merasakan
mahluk itu bergerak dan secara langsung aku bisa merasakan gesekannya.
Aku
bergerak dan terus bergerak, aku menelusuri lebih jauh mahluk ini.
Mahluk hitam panjang yang tubuh di bagian luarku membentuk huruf s,
kepalanya mlungker ke dalam dan di arah yang berlawanan buntutnya juga
mlungker ke dalam. Mlungker dengan bentuk huruf s, dengan masing-masing
di tengah plungkerannya adalah kepada dan ekor. Plungkerannya sangat
rapat, sehingga seakan-akan membentuk lapisan yang tidak bisa ditembus.
Jika dilihat sekilas, ini hanyalah sebuah benda hitam rata, dengan
lengkung di pinggir-pinggirnya.
Aku memperhatikan
lebih detil, kepalanya dihiasi dengan mahkota berbentuk tameng, seperti
jaman-jaman Romawi dengan garis-garis vertikal di bagian-bagiannya.
Hitam dan mengkilat. sedang ekornya tidak lancip, tetapi tumpul. Mahluk
ini sangat besar, dan bagian tubuhnya melewati tubuhku.
"Kamu
sudah melihatnya, anakku?" Aku mengangguk. Perasaan jijik mulai
menguasaiku. Langkah-langkahku mulai sedikit oleng, wajahku berubah
warna. Mual mulai menghinggap di perutku. Apalagi jika mahluk itu
bergerak, aku merasakan gesekan-gesekan di kulit tubuhku. Aku berusaha
menahan muntah yang mulai mendesak dari perutku.
"Bergeraklah
semakin cepat, jangan berhenti. Semakin cepat dan semakin cepat.
Pasrahkan dirimu kepada Gusti Allah Yang Berkuasa atas hidupmu, pasrah
dan iklas untuk menjalani semua yang harus terjadi."
Aku
mengikuti apa yang diperintahkan Gusti Ratu, bergerak dengan lebih
cepat dalam keadaan perut kosong. Aku berusaha melawan semua perasaan
jijik dan mual. Mahluk ini benar-benar besar dan mengerikan, mahluk yang
paling besar yang pernah kutemui. Aku bisa merasakan dengan gerakanku
yang semakin cepat, mahluk ini pelan-pelan sekali mulai bergeser ke
depan. Sangat perlahan, aku bisa merasakan, bahwa mahluk ini mulai tidak
bersinggungan dengan bagian kulit bagian belakang tubuhku. Bagian yang
bergeser sudah mulai keluar dari tubuhku, sangat pelan.
"Bagian
paling penting dari seluruh proses adalah kamu bisa melihat dengan
jelas permasalahan yang kau hadapi. Dan sekarang engkau sudah tahu apa
yang ada di dalam dirimu, yang selama ini tidak kamu lihat, karena
demikian besarnya. Tidak terlihat itu ada dua kemungkinan , terlalu
besar atau terlalu kecil"
"Jika ada mahluk di dalam
tubuhmu, dia akan berusaha membuatmu malas bergerak, sehingga mereka
akan merasa nyaman ada di dalam tubuhmu. Sedang saat engkau bergerak
mereka terusik dari tempat tinggalnya, bagaikan sebuah burung yang kau
goyang-goyang dahannya, maka dia akan terbang. Demikianlah salah satu
sebab kenapa orang hidup harus selalu bergerak."
"Dia
dulu sangat kecil, anakku. Dan engkau telah membesarkannya tanpa kau
sadari menjadi raksasa dengan seluruh hidupmu, karena ini adalah simbol
seseorang yang paling dekat denganmu. Tanpa kau sadari juga bahwa dia
telah menghisap seluruh kekuatanmu untuk hidupnya, untuk kebesarannya,
untuk tahtanya, untuk kejayaannya, di atas seluruh penderitaanmu yang
dia juga tidak pernah sadari bahwa dia benar-benar berjaya di atas
penderitaanmu."
Aku mengingat kejadian dalam setahun
ini, jika aku habis bertemu dengannya, aku merasakan hidupku rasanya mau
berakhir. Terkadang aku sesak nafas, atau merasa seperti tidak punya
tenaga. Dan aku mengerti, mahluk ini mulai merasakan keinginan untuk
mengambilku sebagai korbannya, sebagai tumbalnya. Semua mahluk yang
melambari kebesaran seseorang pada akhirnya akan meminta korban. Dan aku
juga menyadari bahwa semua ini di luar batas kemampuanku, karena aku
belum mampu menangkapnya dengan mata batinku selama ini.
Perlahan
tapi pasti aku bisa merasakan mahluk ini bergeser dan mulai keluar dari
tubuhku, aku bisa melihat bahwa dulunya mahluk ini sangat kecil,
berasal dari laut pantai selatan bagian pinggir, perbatasan dengan
negara Kanguru. Dia benar-benar menghisap seluruh energi yang kumiliki.
Aku melihat dia sudah keluar dari diriku, badannya diselimuti oleh
lapisan energi yang berwarna ungu kecubung, warna ungu muda yang sangat
bening cemerlang. Sebuah perlambang ketulusan dan kasih sayang tanpa
pamrih adalah selubung kekuatan yang tidak bisa ditembus apapun. Energi
itu semua milikku yang telah dia hisap.
Tiba-tiba aku
merasakan kepalanya bergerak dan menghadap ke arahku. "Kenapa engkau
melepaskanku, aku masih ingin memilikimu." Tampak dari wajahnya, sinar
mata beringas, mulut yang pipih seperti ikan lele dengan kumis panjang
berambut jarang, tetapi panjang semakin membuat wajahnya memancarkan
aura kekejaman, tanpa perasaan. Aku merasakan bahwa kata-kata ingin
memilikimu sesungguhnya bila diterjemahkan secara jelas artinya dia
ingin membunuhku. Inilah mahluk siluman, berasal dari negeri siluman di
mana mereka biasa meminum darah untuk menyambung hidupnya, tidak ada air
bening di sana, yang ada adalah sungai dan lautan darah. Dan mahluk ini
sungguh-sungguh sedang haus darah. Bergidik aku melihatnya.
Aku
diam tidak memberikan jawaban, tapi aku tahu dia mengerti apa yang ada
di pikiranku, kelegaan dan kengerian yang datang bersamaan. Bahwa aku
telah lepas dari bahaya besar yang mengancam kehidupanku. Aku bersyukur
pada waktu itu aku mampu memutuskan untuk menjauh darinya, seorang
sahabat, seorang saudara yang sangat dekat denganku. Aku menemaninya
dalam ketulusan yang benar-benar dalam, dan mahluk ini mengerti bahwa
aku adalah kekuatan terbesarnya maka dia sangat menginginkanku.
Lingkaran
energi yang membungkus tubuhnya bergerak seakan-akan menggelinding
menjauh dari diriku, tetapi lagi-lagi mahluk itu berbalik untuk
menemuiku dan berusaha masuk kembali ke dalam tubuhku. Aku merasakan
bahwa ada selubung energi baru yang terbentuk hari ini dari laku puasa
dan gerakku yang langsung menjagaku. Kepalanya seperti terbentur tembok
ketika dia berusaha masuk, dan aku merasakan kemarahan yang amat sangat,
wajahnya berubah semakin menghitam, legam dan dengan kasar berkata
bahwa hari ini belum berakhir.
Aku menelusuri jejaknya,
dia akan berusaha mengambil orang-orang yang disayanginya. Dan aku
adalah bagian dari hidupnya. Aku teringat beberapa waktu lalu ibunya
masuk rumah sakit, demikian juga aku berkali-kali dalam beberapa bulan
belakangan ini. Kadang-kadang anak perempuannya. Dan aku melihat bahwa
semua akan menjadi lambaran perjalanannya, bahan bakar untuk
kekuatannya. Lagi-lagi tubuhku menggigil membayangkan semua itu.
Kekuasaan dan ambisi yang bisa menghancurkan nurani dan akhirnya akan
menghancurkan seluruh kehidupannya. Harta dan tahta, kekuasaan adalah
candu yang sulit untuk dilepaskan.
"Anakku,
bersyukurlah engkau telah melewati bagian ini, dan kamu masih tetap
tidak menginginkan apa yang dimilikinya, tahta dan kekuasaan. Kamu bisa
melihat bahwa kekuatanmu bisa membuatnya demikian besar, maka ini adalah
sebuah cermin, sebuah pertanda, dalam perjalananmu yang baru sampai di
sini saja kekuatanmu sudah sebesar itu, maka ini harus mampu
meyakinkanmu bahwa kekuatanmu sungguh-sungguh besar dan belum ada yang
mengalahkannya untuk saat ini. Ini adalah kenyataan, bahwa lambaranmu
demikian luas dan kuat."
Aku diam, dan aku bisa merasakan bahwa badanku mulai terasa lebih ringan, tidak remek lagi.
"Gimana
tidak remek, lha kamu menggendong mahluk yang besarnya hampir sama
dengan negeri ini. Hahahhaa, anak wedhok, anak kesayangan negeri,
kekuatan tanah pertiwi. Anak wedhok tapi atinya seupil, kalah kalau
sudah keok dengan perasaannya."
"Gapapa, Nduk. tapi ini
adalah cermin ketulusan dan kebersihan hatimu. Dan ini juga yang
menyelamatkan hidupmu, bersihnya hatimu."