Kamis, 10 November 2016

makanan hanyalah sebuah alat untuk melakukan perpindahan kehidupan

Ki Haryo Mukti


Kamu sudah melewati banyak hal dengan segala warnanya
banyak yang sudah kau lakukan
hal yang mudah sampai hal yang sulit
belajar hal-hal baru
belajar hal-hal yang di luar nalar
dengan guru yang berbeda-beda
dengan segala hal yang siap untuk dipandu
pemandunya ada
jelas
kadang-kadang kehidupanmu
perjalananmu sendiri yang memandumu

(Baru kali ini aku bisa melihat Ki Haryo dengan sangat jelas, wajah yang sangat bersih. Kulit kuning bersemu putih, entah atau putih bersemu kuning. kulitnya bersinar terpendar-pendar, berkilat dengan kilat yang sama dengan warna kulitnya, kadang kuning, kadang putih terang, bahkan kadang-kadang jika dua warna itu bertemu sekilas tertangkap percikan warna pelangi sekejap, benar-benar memukau. Wajahnya datar tanpa ekspresi, tetapi memadang wajahnya membuat berbagai macam perasaan kepada si pemandangnya. Tergantung situasi kita. Jika kita sedang memandang seorang pemimpin, maka akan tersirat kharisma dan wibawa yang lahir dari sikap hidup yang bermartabat. Jika kita sedang sedih, yang tertangkap adalah wajah penuh rasa mengayomi, menentramkan, menyejukkan dan lembut. Tetapi saat kita sedang sembrono, maka akan tertangkap pancaran ketegasan tanpa kemarahan, sebuah sikap yang tidak bisa ditoleransi.

Aku menatap lagi, mencoba membuat datar hatiku, mengosongkan untuk memahaminya. Padahal jika diperhatikan sekilas wajah Ki Haryo sangat datar, tetapi aku melihat sorot matanya yang berubah-ubah sinarnya. Sorot mata yang merupakan cerminan pikirannya, bukan wajahnya. Aku baru memahami bahwa wajah adalah cerminan rasa, emosi. Sedang mata adalah cerminan pikiran, ternyata aura wajah dan mata adalah dua hal yang berbeda, yang tidak bisa disamakan. Aku mendapatkan pelajaran baru.

Seharusnya kamu mengukur dirimu, anakku
seberapa besar ukuran perutmu, seharusnya hanya seukuran kepalan tanganmu, itu seharusnya yang paling besar
maka ukurlah makanan yang masuk ke perutmu
jika sudah terlanjur besar, ikatlah agar mengecil kembali
agar tetap bisa seperti semula

tidaklah boleh perutmu lebih besar daripada ukuran hati dan jantungmu
karena ukuran perut adalah lambang besarnya nafsumu, nafsu mulutmu

lihatlah mulutmu, apakah lebih besar dari ukuran tanganmu,
maka dari mulut yang sekecil itu seharusnya engkau bisa mengukur seberapa besar yang bisa kau masukkan

nafsu bagaikan sebuah lorong panjang, lentur tak berujung, jika kamu turuti dia akan semakin membesar dan membesar, tak akan ada habisnya
nafsu itu yang akan membunuhmu
nafsu itu yang akan menghancurkanmu
nafsu itu yang akan membawamu kepada kegelapan

maka yang harus kau lakukan adalah membatasinya
jika itu panjang maka kau pendekkan
jika itu lentur maka kau kakukan
jangan dituruti
jangan diikuti
karena mengikutinya
sama saja engkau mengikuti setan
tanpa akhir,  tanpa batas
tanpa ujung, tanpa ukuran

jika kamu mau memahami
nafsu itu besarnya adalah sama dengan besarnya dunia yang kau lihat dengan mata
maka besarnya nafsu adalah sama besarnya dengan dunia yang tak kau lihat dengan mata
artinya sangat besar
pahamilah anakku

jika kamu melihat dunia nyata dengan matamu, dengan keinginanmu, semua ingin kau miliki
semua ingin kau raih

demikian juga dengan nafsumu
nafsu bathin demikian juga
tidak pernah ada habisnya

engkau harus memahami dua hal itu dengan sama baiknya
pengendalian diri
pemahaman diri
dan kamu harus bisa memaksa dirimu untuk bisa melakukannya

anakku
(Ki Haryo melihat ke diriku utuh, dari atas sampai ke bawah. terlihat sorot mata prehaten. Sekilas, aku menangkap perasaan asih kepadaku, sebagai anak para sesepuh, sebagai harapan dan sebagai tumpuan kasih sayang. sangat sedikit , tapi aku menangkapnya. Terbersit rasa haru di hatiku. Iya, apapun, bagaimanapun kondisinya, sesepuh ini sangat mengasihiku. Dengan berbagai cara, dengan berbagai warna mereka menumpahkannya kepadaku dengan caranya masing-masing. Harapan mereka kepadaku tetap tidak dapat ditutupi, semua tercurah dari cara mereka membimbingku, menggembleng dengan segala laku dan pemahaman)

Aku tahu, semua yang kau jalani ini tidak mudah
tapi aku juga tahu, mengundurkan diri dari gelanggang bukanlah jalan keluar dari semua kesulitan ini
berhenti belajar juga bukan cara yang pas untuk menghadapi semua ini

Kita tidak punya pilihan, nduk
kita harus maju dan menang
kita harus berangkat dan berperang
kita harus bisa dan tetap di depan

atau kita akan mati dan hancur
pahamlah
kemunduranmu berarti kehancuran kita semua, kehancuran negeri ini
jangan sampai ada skenario cerita edyan berikutnya yang ra nggenah-nggenah untuk kamu
mereka itu cupet pikirnya
mereka itu sebenarnya sudah putus asa dengan semua yang sudah terjadi

kehancuran ini di depan mata
tapi seharusnya kamu masih bisa mengejarnya
seharusnya kamu masih bisa menjaganya

yang dibutuhkan adalah kekuatanmu
kemampuanmu
niatmu
dan ketahananmu untuk selalu bertahan walau apapun yang terjadi

tanpa jeda
tanpa henti
stabil
dan tetap kuat

(Aku menunduk, mengingat kondisiku hari ini. Luka-luka bekas perang masih jelas terlihat, masih basah berdarah. Kadang-kadang masih perih, ngilu mendera. Tapi aku berusaha meredamnya. Biar bagaimanapun melihat kedataran wajah Ki Haryo adalah sebuah kekuatan baru untukku. Cengkeram tangan Ki Haryo dilenganku adalah aliran kekuatan yang meredakan semua sesak dadaku karena menahan pilu, di sakitku dan di rasaku)

Aku memahaminya
aku mengerti
segala sakit yang kau alami
segala luka
segala tangis
dan tentu saja segala lara dan sepi yang mendera

tapi kamu juga harus mengerti anakku
bahwa jika kamu berhenti sampai di sini
jika kamu mengambil langkah untuk beristirahat semuanya akan hancur
semuanya akan berakhir, cerita tentang negeri ini

aku tahu ini tidak mudah
aku tahu semua ini benar-benar bagaikan buah simalakama

tapi anakku
kamu tidak punya pilihan lain
kamu harus berangkat berperang, apapun keadaanmu

Kami semua sudah melewati bagianmu ini, nduk
kami semua melewatinya
tetapi bagianmu adalah yang paling berat yang harus dilewati
bagianmu adalah bagian pembuka gerbang perjalanan berikutnya

semua menjadi tidak mudah
karena keadaanmu yang bukan siapa-siapa
tidak mudah karena kamu hidup di jaman di mana kawruh roso sudah ditinggalkan dan kamu harus belajar sendiri
lebih sulit lagi karena tidak ada yang bisa memahaminya
kesendirianmu juga bagian hal yang membuat semua ini tidak seimbang

walaupun dalam banyak hal keadaanmu yang berbeda inilah yang membuat kamu sekuat ini
tanpa tanggungan besar sebagai raja, sebagai adipati
tanpa orang melihatmu dalam kapasitas yang sangat tersembunyi membuat kamu bebas melakukan apa saja

apapun anakku
kami semua para sesepuh memahami situasi dan keadaanmu

(semakin aku rasakan, bahwa Ki Haryo tetap saja seperti sesepuh lainnya, ada rasa kasih sayang yang tercurah dan tertumpah yang tak terhingga. tetapi Ki Haryo adalah seorang yang sangat tegar, seorang yang sangat kukuh. Ingin membuat aku mampu melewati semua ini dengan baik)

Kabeh kuwi ono ukurane
cilikno ukuran wetengmu
mengko kowe dadi ngerti luweh cetho ukuran weteng akro pikire liyan
tambah padhang pikir lan rosomu
kabeh kuwi kethok oran ono tedheng aling-aling
ora ono watese

ben jangkahmu ora ono watese, maka kamu harus bisa membatasi makanmu
karena ukuran lambung dan usus yang besar akan menjadi beban langkahmu
karena apa yang kamu makan hanya akan menjadi sampah di dalam dirimu
masih mending menjadi sampah
mereka akan hidup dan mengambil tempat di dalam badanmu
menjadi penghuni baru

ingat hukum kekekalan energi
makanan hanyalah sebuah alat untuk melakukan perpindahan kehidupan
sebuah transformasi
dari tanah dan kembali ke tanah berwujud makanan
mahluk hidup hanyalah sebuah alat transformasi
tolong di pahami

dan anakku
kamu harus memahaminya dengan baik semua kejadian ini
kamu harus bisa melihat semuanya dengan jeli
supaya kamu memahami apa yang sebaiknya boleh kamu makan dan yang tidak boleh
membatasi jumlahnya

ingatlah bukan kamu yang ingin makan
tapi mereka yang ingin tinggal di dalam dirimu, maka jadilah kamu ingin makan
tolong kamu pikirkan hal itu
semua itu berbeda dari yang ada
ingatlah nduk
keadaamu saat ini sudah berbeda dari yang lainnya
semua mahluk berebut ingin menguasaimu
semau mahluk berebut ingin tinggal di dalam dirimu

kamu adalah tempat yang sempurna untuk tinggal
pahamilah itu anakku
pahamilah semua yang ada

langkah kakimu masih sangat akan panjang
masih banyak yang akan kau hadapi
dan berikutnya ini adalah langkah yang tidak mudah

karena kamu harus mampu membenturkan satu dengan yang lainnya
mampu membuat perang-perang kecil
mampu menghadirkan amarah dan kebencian

anakku
ingat jagalah mulutmu
jagalah dirimu
bentengilah dirimu dengan hal-hal yang sudah seharusnya mulai kamu lakukan dengan lebih tegas lagi

jika kamu mampu melewati semua ini
maka kamu akan memahami bahwa segalanya jelas akan lebih baik
tahapanmu bukan hanya bertambah tapi meloncat.

Konstelasi Pilkada DKI dalam Pandangan Mata Spiritual

Pilkada adalah ajang pertarungan, pertarungan untuk sebuah kemenangan. Banyak yang dipertarungkan, mulai dari penampilan, gagasan, ide, figur, massa, trik, cara  atau bahkan ada yang pura-pura menjual idealisme untuk sebuah kemenangan. Pertarungan yang banyak melahirkan pelacur-pelacur, pelacur proyek, pelacur makelar, pelacur idealisme, pelacur politik, pelacur kekuasaan. 

Menjual dirinya sendiri untuk sebuah kemenangam demi kekuasaan. Kekuasaan yang begitu menggiurkan, memabukkan dan mampu membutakan mata hati orang-orang yang menginginkannya. Hingga mereka mampu melakukan apapun, menghalalkan segala cara untuk memenangkannya. Semua dijual, bahkan rela menjual harga dirinya hanya untuk sebuah kursi kekuasaan yang tidak akan dibawanya mati. Yang tidak akan memberikan amal kebaikan jika disalahgunakan, akhirnya kekuasaan bukan lagi amanah, tapi menjadi penjahat.

Ketika jagad lahir mulai bergemuruh, pertanda dunia pergerakan  politik sudah mulai panas, mesin-mesin mulai bekerja untuk menentukan tokoh, untuk mencari figur, pertaruhan-pertaruhan telah dimulai. Calon-calon pemimpin sudah mulai bergeliat melihat dan menjajaki arah perkembangan, maka demikian juga yang terjadi di jagad bathin. Jagad bathin  mulai bergolak, saat ada pertaruhan, maka  dunia bathin  bergerak dengan arah yang sama. Pilkada DKI melibatkan banyak figur, melibatkan banyak uang, pertanda sebuah eksistensi kekuasaan yang sangat besar, maka selain menarik bagi manusia, peristiwa ini  juga menarik bagi mahluk penghuni bathin. 

Banyak manusia yang meminta pertolongan secara spiritual, secara mistis, walaupun lebih banyak yang dilakukan secara diam-diam, karena takut dibilang musrik atau mistis, tetapi demikianlah faktanya yang terjadi. Bibir boleh saja berkata tidak, tetapi faktanya, dunia bathin bergolak dan mulai banyak mahluk-mahluk beriring-iringan, mulai bekerja untuk memenangkan salah satu pihak. Pertanda sudah mulai ada permintaan dari kelompok-kelompok tertentu  untuk bekerja memenangkan kelompoknya masing-masing.

Pergerakan mistis bukan hanya dari kedua belah pihak saja. Namanya dunia bathin bukanlah dunia manusia, ada hal-hal yang tidak bisa dipahami dan itu adalah hal yang biasa terjadi di dunia itu, sesuatu hal yang sangat sulit terjadi di dunia manusia. Banyak mahluk yang berkumpul, dari berbagai macam jenisnya. mereka semua ikut nimbrung, awalnya yang hanya menjadi penonton, kemudian terjun ke arena sekedar iseng ikut-ikutan memihak atas nama biar pertarungan bisa berlangsung lebih seru. Terlihat juga manusia, sebagai pelaku spiritual menggunakan ajang pilkada DKI sebagai ajang latihan untuk menempa dirinya, ajang latihan. Hahaha, di dunia bathin ini iseng dan latihan, padahal mereka tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya di dunia nyata, di dunia kehidupan manusia. 

Semua kekuatan bathin seakan tumpah ruah di jantung ibukota negeri ini, seakan-akan pusat perhatian hanya ditujukan ke sini. Hal ini bisa diyakini, saat semua senior penguasa negeri ini ada di belakang layar pilkada DKI. Bukan itu saja, artinya segenap pendukung bathin mereka juga otomatis akan ikut bergerak menjadi pesertanya, perang tanding kekuatan bathin, menurunkan semua pasukan-pasukan yang dimilikinya. Kemenangan Jakarta adalah sebuah harga diri, sebuah kemenangan eksistensi.
Kisah yang menarik adalah saat peperangan bathin dimulai, saat pasukan-pasukan komando para calon digerakkan, semua bergerak mengambil posisi masing-masing. Ada yang memang berasal dari pasangan-pasangan calon, ada penonton, tetapi di dalamnya ternyata banyak penumpang gelap yang ikut hadir di sana. Sayangnya, kali ini pelaku yang sesungguhnya justru kalah kuat dari penimbrungnya. Memang kali ini penonton dan mereka yang hanya sekedar latihan ini mempunyai watak ora nggenah, namanya juga hanya iseng tanpa kepentingan akhirnya pilkada DKI justru menjadi ajang permainan dengan kekisruhan di sana-sini.  Pendatang justru lebih kuat dari yang didatangi, akhirnya pengendali justru datang dari mereka yang tidak punya kepentingan.

Yang muncul di arena ini, sebagian besar adalah pemain-pemain lama, sebagai pendukung kekuatan. Kelompok dari Banten dengan kekuatan wirid dan pasukan silumannya. Kekuatan dari Jawa Timur dengan seorang kakek berkulit hitam legam dengan kekuatan cerahnya matahari, hadirnya drubikso dari Jawa Timur, dan sebagian adalah kekuatan dari Jawa Tengah dan sekitarnya. terlihat juga kedatangan sebuah mahluk dari pulau bagian barat dan sebagian pulau bagian timur negeri ini. Sedang mereka para mahluk merdeka tanpa tuan justru datang dengan kekuatan yang lebih besar daripada mahluk yang bertuan. Mahluk baru berwarna merah, seperti kaki seribu dengan besar seukuran pulau Jawa. 

Tubuhnya dibalut rambut berwarna merah, dengan bola-bola kecil di ujung rambutnya yang sekaligus berfungsi sebagai kakinya. Bola lentur yang bisa bergerak dan melenting dengan sangat cepat. sesekali dari tubuhnya keluar kilatan api yang berasal dari cahaya bulu-bulunya. Setiap gerakan dan gulingannya membuat suasana semakin meriah. Ketika ada mahluk lain yang menyerang, sebagian rambutnya keluar dari tubuhnya dan berubah menjadi sangat keras dan panas, laksana paku yang siap menghantam musuhnya. Pemandangan yang luar biasa.  

Beragam mahluk beterbaran, masing-masing jenis dan warnanya. Dari berbagai macam naga dan ular, berbagai macam burung dan buaya, bahkan lintah-lintah dengan segala modelnya. Tampak mereka bertebaran di darat dan di udara. Jagad bathin yang tanpa batas ruang dan waktu membuat semua bergerak dengan serunya. Terlihat sebuah mahluk seperti ikan pari yang sekali-kali terbang menyambar segala sesuatu yang ada di hadapannya. Ada juga buaya hitam dengan garis kuning kekemasan di bagian lehernya, buaya Ciliwung yang sedang bertapapun akhirnya keluar dari persembunyiannya mengikuti ajang lima tahunan, pesta spiritual.

Sesekali terlihat ekornya bergerak naik turun mengepak dan menyamplak mahluk-mahluk yang ada di sekitarnya. setiap gerakan ekornya menimbulkan suara gemuruh dengan diikuti angin puting beliung  yang menghempas. Naga kuning baru posisi bersiap, mereka lebih kalem, bukan jenis mahluk pecicilan bagaikan demit-demit penyenyengan. Posisi bersiaga untuk menunggu serangan, bertahan. 

Semua mahluk ini bercampur menjadi satu dan menempati posisi yang berpindah-pindah. Ibarat bermain jungkat jungkit, mereka suka-suka menempatkan dirinya.  Ketika ada salah satu kandidat yang mulai goyah, mereka menguatkan yang goyah supaya tidak jadi jatuh dan bangkit lagi, begitu seterusnya berulang-ulang. Demikian seterusnya, hingga konstelasi menjadi semakin seru. Bahkan ketika ada salah satu calon yang sudah demikian besar rasa percaya dirinya, baik kemampuan maupun dukungan yang ada di belakangnya, membuat si calon ini menjadi bulan-bulanan keisengan para pendatang. Beramai-ramai mereka berusaha menarik ke bawah agar jatuh, menjadi sebuah ajang tontonan yang sangat menarik di jagad maya. Mendebarkan. Ketika ada yang jatuh dan berhasil dikalahkan, tepuk tangan dan sorak sorai bergemuruh. 
Padahal ini baru sebuah awal, masih pemanasan, belum perang yang sesungguhnya. Masing-masing pihak masih bermain dengan setengah hati, terlihat di setiap wajah masih terdapat senyum-senyum simpul penuh kebahagiaan, bagaikan anak kecil bermain dijernihnya air sungai, bajunya basah dan mereka sangat bergembira. Baru sekedar penjajakan kekuatan masing-masing mahluk, belum ada yang mengeluarkan segenap kekuatannya untuk bertaruh nyawa. Sesuatu yang tertangkap jelas di dunia bathin, sebuah representasi dari dunia nyata adalah bahwa ada yang secara lahiriah sudah mendeklarasikan dukungan, ternyata itu hanya di lakukan di bibir saja.

 Tidak ada pergerakan yang terbaca dari simbol-simbol yang selama ini bergerak, dukungan setengah hati, atas nama pencitraan dan asal bapak senang. Atas nama kepentingan, dol tinuku, akhirnya pertaruhan hanyalah di bibir saja, bukan dukungan dengan hati. Dunia bathin sangatlah jelas dan tidak bisa disamarkan. 

Dunia bathin dan dunia nyata selalu mempunyai jarak, rentang antara peristiwa. Kejadian di dunia bathin akan terjadi beberapa waktu kemudian di dunia nyata. Semuanya harus dipersiapkan, perbedaan perputaran waktu di dua dunia sangatlah berbeda. Saat ini dikerjakan baru akan sampai beberapa waktu kemudian. Dalam ketidakjelasan, tanpa wasit, tanpa pengendali maka semua bergerak semau-maunya. Pertempuran demi pertempuran kecil terjadi, dan akhirnya bisa kita baca bersama di dunia nyata, betapa gejolak pilkada masih terus memanas. Tidak jelas siapa pelaku aslinya, siapa penumpang gelapnya, siapa yang hanya ikut-ikutan. Semua berbaur menjadi satu. 

Dan seperti biasa, dalam sebuah kekisruhan selalu saja ada yang mendompleng, mencari kesempatan menjadi penumpang gelap, kaum opportunis yang selalu mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Banyak yang muncul untuk memanfaatkan momentum politik berharap untuk menjadi pijakan pada kekuasaan berikutnya. Menyusup, bersuara dan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Di publik dia muncul seakan-akan memberi nasehat, menjadi penengah, di balik layar dia memakai strategi untuk membunuh lawan-lawannya yang dianggap akan membahayakan posisinya di kemudian hari. Banyak juga yang sedang mengamati, mencari celah, mencari kesempatan untuk muncul sebagai pahlawan kesiangan. Berlomba-lomba berebut panggung yang sangat luas tersedia. Suara dan polemik bersahut-sahutan di sana-sini. 

Berbeda dengan pilkada DKI sebelumnya ketika ada wasit yang membatasi dengan berbagai macam aturan di dalamnya, membuat para mahluk menggerutu karena ajang pertempuran tidak seru. Kali ini pilkada DKI terjadi tanpa wasit tanpa aturan, dan hahaha terlihat si wasit ikut nimbrung dan ngisruh di dalamnya, karena dia kali ini tidak sedang menjalankan tugas menjaga jagad bathin. Maklumlah, semakin maklum kenapa semuanya menjadi seru dan bergemuruh. Pantas saja, pantas saja.

Tidak bisa kita melihat dari sudut pandang yang sama untuk sesuatu kejadian di dunia yang berbeda, tidak bisa kita memaksakan kehendak seperti lumrahnya yang terjadi di dunia nyata yang normatif. Melihat bagian lain yang berbeda harus menggunakan kacamata yang berbeda supaya tidak salah dalam mengambil sikap. Keriuhan dan kekisruhan pertempuran di dunia bathin, adalah sebuah tontonan yang demikian menarik lengkap dengan segala kelucuan dan keseruannya. Kita sebagai penonton tidak boleh mengatakan bahwa itu tidak pantas dan tidak boleh, karena dunia bathin mempunyai hukum sendiri yang berbeda dengan hukum manusia. 

Memang segala kejadian dunia bathin akan berkaitan langsung dengan dunia nyata, tetapi sekali lagi ini adalah dunia mereka, dan dunia lain di mana hukum berjalan sendiri-sendiri. Negeri ini sedang dalam perputaran perubahan etape kedua, dimana setiap putaran perubahan pasti akan menghendaki korban apapun bentuknya, perputaran adalah sebuah kejadian, kejadian adalah pasti dilengkapi dengan segala suka dan dukanya, pahit getirnya. Menjadi penonton dan bukan pelaku, menjadi pendengar dan bukan eksekutor juga adalah bagian dari takdir kehidupan. 

Masih melihat seluruh kejadian kehidupan di dua dunia yang berbeda. Seandainya ada kementerian dunia sihir layaknya Harry Potter, maka kementerian ini sangat dibutuhkan di negeri ini, agar bisa menjadi wasit dan membawa arah perjalanan putaran negeri menjadi lebih baik. Eh, tapi perputaran tanpa kekisruhan adalah sebuah sayur tanpa garam, dan tontonannya menjadi tidak menarik. Rusak, rusak. Byusuk, byusuk. Bukankah setiap cerita selalu menarik jika ada konfliknya.   Semua sedang berjalan, dan kita harus menunggu kelanjutan cerita ini.